Militer Israel menggempur Kota Gaza dengan serangan darat dan udara pada Kamis (18/9/2025), mendorong ribuan warga sipil Palestina mengungsi ke arah selatan wilayah tersebut. Serangan intensif ini menuai kecaman internasional. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut kondisi pengungsian yang semakin menyempit dan tidak manusiawi. WHO mengaku kesulitan mengirimkan pasokan medis penting karena akses yang terputus. Sementara itu, Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza menerima jenazah 20 orang yang tewas akibat serangan Israel sejak tengah malam.
Serangan Israel berlangsung bertepatan dengan laporan penyelidik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuduh negara itu melakukan genosida di Gaza. Ketua Komisi Penyelidikan Independen PBB, Navi Pillay, mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat senior lainnya telah menghasut tindakan genosida. Sementara itu, militer Israel pada Rabu mengumumkan pembukaan jalur transportasi sementara melalui Jalan Salah Al Din yang hanya berlaku 48 jam. Namun, gambar terbaru menunjukkan pengeboman masih berlangsung di dekat jalur tersebut.
PBB memperkirakan, hingga akhir Agustus sekitar satu juta orang tinggal di Kota Gaza dan sekitarnya. Israel menyebut 350.000 orang telah mengungsi ke wilayah selatan. Di Yerusalem, keluarga para sandera yang ditawan Hamas sejak serangan pada Oktober 2023 melakukan aksi protes di depan kediaman Netanyahu. Mereka mengecam serangan yang justru membahayakan nyawa sandera. Dari total 251 sandera yang ditawan Hamas pada Oktober 2023, 47 masih berada di Gaza. Militer Israel menyebut 25 di antaranya telah meninggal dunia.
