Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengerahkan puluhan ribu tentara cadangan untuk memperluas dan mengintensifkan operasi militernya di Gaza. Rencana ini diumumkan oleh IDF pada Senin (5/5/2025), dengan tujuan utama untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas dan memulangkan para sandera yang masih ditahan. IDF berencana melancarkan operasi baru di berbagai wilayah Gaza, termasuk penghancuran infrastruktur yang ada di permukaan maupun di bawah tanah. Langkah ini menandai kemungkinan terjadinya serangan besar-besaran yang dapat memperburuk kondisi di Gaza.
Pemerintah Israel telah memberikan persetujuan untuk memperluas operasi militer, tetapi menurut laporan media Israel, rencana tersebut tidak akan dilaksanakan hingga setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dijadwalkan pekan depan. Meski demikian, rencana perluasan operasi ini berpotensi menambah tekanan pada pasukan cadangan Israel yang sudah berada dalam kondisi kelelahan. Negosiasi internasional untuk gencatan senjata dan pembebasan 59 sandera yang masih ditahan Hamas belum membuahkan hasil. Sejak gencatan senjata dua bulan yang gagal pada 18 Maret 2025, tidak ada sandera yang berhasil dibebaskan.
Sementara itu, langkah-langkah militer yang diambil Israel menimbulkan pertanyaan tentang niat sebenarnya dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Netanyahu sering kali dituduh oleh keluarga sandera dan lawan politiknya menyabotase upaya negosiasi serta memperpanjang konflik untuk kepentingan politiknya. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, hingga Minggu (4/5/2025), jumlah korban jiwa akibat serangan Israel telah mencapai 52.535 orang, dengan 125 orang lainnya terluka dalam 24 jam terakhir.