Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengakui adanya kenaikan tarif jasa angkutan kapal atau freight rate akibat krisis laut merah. “Memang terjadi kenaikan biaya freight antara 55% – 63% atas perdagangan dari Asia ke Eropa dan sebaliknya, akibat krisis di laut merah,” ujar Carmelita kepada kontan.co.id, Senin (15/1). Namun, konflik di Laut Merah tidak menimbulkan dampak terhadap pelaku usaha pelayaran di Indonesia, tetapi ke pelaku usaha pelayaran internasional.
Selain berdampak pada kenaikan freight rate. Krisis laut merah juga menyebabkan global shipping yang mengharuskan pelaku usaha pelayaran Internasional kini harus merubah rute melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. “Jadi pelayar international harus menghindari suez dan menempuh rute afrika selatan. Tidak berdampak bagi pelayaran nasional, karena rute kita tidak ke eropa,” jelas dia. Demikian pula pendangkalan terusan panama mengakibatkan pasokan gandum jagung ke Asia tertunda. Kapal harus menempuh rute yang lebih panjang dan membayar biaya pengangkutan yang lebih mahal untuk menghindari kemacetan kapal dan biaya transit yang mencapai rekor tinggi di Terusan Panama.
Namun, Carmelita menyebut, pendangkalan terusan panama dan krisis geopolitik di terusan suez yang membuat pembengkakan biaya logistik tidak terlalu berdampak bagi Indonesia. “Tidak terlalu berdampak bagi Indonesia, karena impor gandum Indonesia dari USA hanya sedikit. Yang terbesar dari Australia,” pungkasnya.