Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengerek BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) atau suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Pengamat menilai, kebijakan suku bunga acuan BI tersebut bakal berdampak positif maupun negatif pada perekonomian nasional. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS yang masih terus berlanjut. Di sisi lain, efek negatif akan dirasakan pelaku usaha dan perbankan karena kenaikan suku bunga memicu peningkatan bunga pinjaman. Menurut Bhima, suku bunga pinjaman bank mulai terpantau meningkat sehingga pelaku usaha harus mulai mengatur strategi dalam membayar bunga dan cicilan pinjaman modal kerja.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan kenaikan suku bunga 50 bps tersebut sebagai antisipasi untuk menurunkan ekspektasi inflasi. Selain itu, untuk memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3% plus minus 1% pada paruh kedua tahun 2023. Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat akibat semakin kuatnya mata uang dollar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Bhima menjelaskan, kenaikan suku bunga yang terus berlanjut akan mengakibatkan penurunan belanja masyarakat. Terutama pada penjualan kendaraan bermotor dan rumah yang akan melambat sebab bunga kredit ikut naik seiring dengan meningkatnya suku bunga BI. “Ini yang menurunkan inflasi inti, karena demand (permintaan) melemah,” imbuhnya. Bhima menilai, yang menjadi tugas utama pemerintah adalah mengendalikan cost push inflation atau kenaikan inflasi akibat biaya produksi dan operasional perusahaan yang meningkat. Seperti naiknya biaya bahan baku karena harga komoditas meningkatkan, atau tarif angkutan naik karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat. “PR utama adalah mengendalikan cost push inflation atau sisi penawaran lewat intervensi pemerintah di pangan dan energi. Selama cost push masih terjadi naiknya bunga acuan tidak serta merta turunkan inflasi umum,” jelas Bhima.