Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai regulasi terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) penting untuk dibuat secepatnya. Ketua Bidang Rekomendasi Hukum Telematika Mastel Johny Siswandi mengatakan akan banyak sekali risiko yang akan mengintai jika kecerdasan buatan tidak diregulasi. “Regulasi AI cukup urgensi. Potensi risiko jika tidak diregulasi, [menyebabkan] berbagai disrupsi tidak terkontrol,” ujar Johny, Rabu (11/10/2023). Menurut Johny, potensi disrupsi tersebut dapat berupa disrupsi lapangan kerja, kabar hoaks, berita yang bias, hingga penipuan. Disrupsi ini sudah masuk ke tahap yang dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat.
Oleh karena itu, Johny berharap agar pemerintah segera melakukan forum discussion group (FGD) dan jajak pendapat yang melibatkan para ahli. “Ya, segera adakan FGD dan jajak pendapat mengenai urgensi regulasi AI. Pertemukan para ahli AI dalam FGD,” ujar Johny. Berkaca dari sejumlah negara yang sudah lebih dulu menerapkan regulasi terkait AI, Johny berharap regulasi yang ada nantinya tidak akan menghambat inovasi AI. “Materi regulasi seharusnya fokus pada menekan merajalelanya bahaya AI tanpa harus menekan inovasi,” ujar Johny.
Sebelumnya, dikutip dari laman Kemenkominfo, Wakil Menteri Kemenkominfo Nezar Patria juga mengatakan perlu ada kebijakan terkait perkembangan AI yang ada saat ini. Mulai dari moderasi konten, keberimbangan dan nondiskriminasi, serta upaya penguatan literasi digital. “Kita harus akui bahwa AI membawa berbagai risiko seperti pelanggaran hak privasi dan penyalahgunaan kekayaan intelektual yang butuh ditangani secara hati-hati,” ujar Nezar. Lebih lanjut, Direktur Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik (IKP) Usman Kansong juga sempat memastikan regulasi terkait kecerdasan buatan (AI) yang akan dibuat tidak akan mengekang perkembangan teknologi.