Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam acara “Securitization Summit 2022” di Jakarta, Rabu (6/7) yang menyebutkan jika ketahanan pangan Indonesia masih aman dalam tiga tahun terakhir di tengah terbatasnya pasokan dan lonjakan harga pangan dunia memang tidak sepenuhnya keliru. Namun demikian, kondisi ketahanan pangan saat ini sudah harus diwaspadai karena harga beberapa kebutuhan pokok mulai merangkak naik. Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan ketersediaan pangan dalam negeri memang masih aman, tetapi itu dipenuhi dengan impor. “Ketahanan pangan bukan tujuan kita, tetapi kedaulatan pangan,” tegas Esther.
Kedaulatan pangan yaitu kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dengan produksi sendiri (swasembada pangan). Dengan kedaulatan pangan, kita punya otoritas lebih mudah mengatur harga pangan di domestik karena tidak bergantung impor dari negara lain. Ketersediaan pangan, akan jauh lebih mudah dipenuhi jika tidak bergantung pada negara lain. Hal ini mengindikasikan kalau distribusi dan hilirisasi industri masih menjadi problem lain dari upaya mewujudkan ketahanan pangan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan walaupun pasokan pangan cukup terjaga, namun yang perlu diwaspadai adalah distribusi pangan antardaerah dan kebergantungan bahan makanan dari luar negeri seperti gandum dan kedelai. Perlu juga untuk dievaluasi tata niaganya, sehingga tidak terulang kembali kejadian kenaikan harga minyak yang sulit dikendalikan, padahal Indonesia menguasai bahan bakunya. Ketahanan pangan ke depan harus dalam perspektif jangka panjang dengan strategi pembangunan pertanian yang berbasiskan penguatan bahan makanan yang berasal dari dalam negeri.