Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk bertindak cepat dalam mengendalikan pelemahan rupiah guna menjaga tingkat inflasi tetap stabil. Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani berharap pemerintah dapat segera meningkatkan efektivitas instrumen-instrumen dan melakukan intervensi kebijakan atas pengendalian pelemahan rupiah. Lebih lanjut, Shinta memberikan beberapa cara yang dapat dilakukan yakni dengan stimulasi ekspor, peningkatan konsistensi implementasi kebijakan reformasi struktural iklim usaha untuk investasi asing, peningkatan fasilitasi investasi asing.
Tak kalah penting, kampanye penggunaan Local Currency Settlement (LCS), dan perbaikan daya saing sektor perbankan nasional sebagai parameter suku bunga simpanan dalam mata uang asing untuk mendongkrak penempatan DHE di dalam negeri secara sukarela, dan lainnya. “Dalam jangka pendek, di sisi pasar atau permintaan juga perlu ada pengendalian inflasi pangan pokok,” ujarnya. Terkhusus pada harga 6 dari 9 komoditas sembako yang masih perlu diimpor untuk menciptakan ketahanan pangan. Begitupun dengan harga BBM melalui peningkatan efisiensi distribusi barang/jasa. “Dan perlu juga disertai dengan perluasan subsidi pasar untuk memastikan affordability biaya hidup pokok masyarakat,” pungkasnya.
Shinta menilai inflasi Oktober 2023 yang mencapai 2,56% secara tahunan atau year-on-year (yoy) masih dalam cakupan batas inflasi nasional. Menurutnya, angka inflasi bulan ini tidak menjadi momok besar dan tak perlu di khawatirkan karena masih dalam kondisi yang kondusif terhadap pertumbuhan. “Dan lebih mencerminkan daya beli pasar domestik yang masih sehat atau stabil, bukan distress berlebihan terhadap daya beli masyarakat,” kata Shinta (1/11/2023). Kendati demikian, dia melihat adanya sinyal atas peningkatan kendala distribusi pasokan barang/jasa di pasar. Di sisi lain, terdapat indikasi import inflation atau inflasi karena fluktuasi nilai tukar terhadap komoditas pangan. Adapun, terdapat 6 dari 9 komponen sembako dan bahan bakar minyak (BBM) yang tecermin dalam biaya logistik yang mengalami inflasi karena depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.