Inflasi pada September 2022 diperkirakan meningkat akibat efek kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky memprediksi, inflasi pada September 2022 mencapai 1,2% dan secara tahunan mencapai 6%. Hal ini didorong oleh kenaikan harga BBM yang mulai berimbas kepada kenaikan tarif transportasi dan juga kenaikan harga-harga pangan.
Riefky menyarankan pemerintah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar bisa menekan imported inflation. Pasalnya pelemahan nilai tukar rupiah bisa menyebakan imported inflation karena biaya impor yang membengkak. Selain itu, Riefky bilang, perlu adanya sinergi yang lebih kuat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sehingga inflasi sampai akhir tahun nanti tidak jatuh terlalu dalam.
Sementara itu, Direktur Segara Institute Piter Abdullah meramal, inflasi pada bulan September 2022 akan sebesar 0,9% hingga 1,1%, sedangkan secara tahunan berada pada kisaran 5,25% hingga 5,75%. Faktor pendorongnya adalah kenaikan harga BBM subsidi yang kemudian mendorong kenaikan harga berbagai barang dan jasa. Tidak hanya itu, kenaikan harga BBM juga langsug mendorong kenaikanongkos transportasi. Untuk mengantipasi hal tersebut, Piter bilang, Bank Indonesia (BI) terus menjaga demand melalui kebijakan moneter, baik kebijakan suku bunga maupun non suku bunga, seperti giro wajib minimum (GWM). Sedangkan bagi pemerintah bisa memanfaatkan tim koordinasi pengendalian inflasi di pusat maupun daerah guna memastikan terjaganya supply barang-barang khususnya barang pokok dan pangan. Menurutnya, pemerintah juga perlu terus membangun keyakinan bahwa inflasi akan terjaga (expected inflation) sehingga tidak ada tindakan spekulatif seperti menimbun barang yang bisa memicu terjadinya inflasi.