Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro menyampaikan, para eksportir mulai merasakan dampak krisis ekonomi AS sejak jelang akhir tahun 2022. Hal ini ditandai dengan banyaknya kontrak pengiriman produk ekspor ke AS yang diputus atau ditunda akibat ketidakpastian di negara tersebut. Sayangnya, GPEI belum memiliki data yang akurat terkait besaran ekspor Indonesia dari berbagai sektor industri ke AS, termasuk tren penurunan ekspor tersebut. Nilai ekspornya cukup besar, sehingga kalau terjadi gangguan bisa mempengaruhi kinerja industri yang bersangkutan. Toto pun menyebut ada beberapa sektor industri berorientasi ekspor yang terganggu oleh krisis AS, seperti tekstil, alas kaki, dan lain sebagainya. Para eksportir menyiasati perlambatan permintaan di pasar AS dengan berupaya mencari berbagai pasar alternatif, misalnya negara-negara di kawasan Afrika.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie juga mengakui bahwa pelemahan ekonomi di AS sudah terasa dampaknya bagi para eksportir alas kaki sejak pertahan tahun lalu. Bahkan, efek seretnya ekspor ke AS sampai-sampai membuat sejumlah produsen alas kaki nasional melakukan PHK kepada para karyawannya. Amerika Serikat menjadi pasar terbesar bagi industri alas kaki Indonesia. Saat ini, Aprisindo masih memonitori perkembangan kondisi ekonomi di AS. Apabila krisis di AS tak kunjung mereda, bisa saja penurunan permintaan ekspor ke negara tersebut akan terjadi secara berkepanjangan. Berdasarkan data BPS, ekspor produk alas kaki untuk kebutuhan sehari-hari dari Indonesia ke Amerika Serikat turun 38,40% year on year (YoY) dari US$ 45,35 juta pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 27,93 juta pada Januari-Februari 2023. Ekspor sepatu olahraga ke AS juga berkurang 40,33% YoY dari US$ 357,25 juta pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 213,16 juta pada Januari-Februari 2023.