Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) terbukti tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan perang Hamas-Israel. Hal ini tidak lepas dari intervensi AS sebagai anggota tetap DK PBB yang memveto setiap resolusi yang dikeluarkan, karena AS menolak resolusi menyalahkan posisi Israel. Wakil Tetap Indonesia untuk PBB, Arrmanatha Nasir mengatakan sulitnya menentukan kebijakan di Palestina setelah resolusi yang sebelumnya beberapa kali diveto oleh AS, termasuk juga Inggris dan Prancis.
Pada resolusi pertama sebelumnya, kata dia, beberapa hal penting yang jadi penekanan yakni soal serangan bom yang dilakukan Israel sangat merugikan Palestina. Walaupun saat ini, diakui dia, semakin banyak negara yang menyuarakan kecaman untuk Israel, untuk segera menurunkan eskalasi di Gaza. Sayangnya Prancis sebagai anggota tetap DK PBB meminta dewan keamanan mengeluarkan pernyataan bersama yang menekankan atas legalisasi tindakan Israel. Kemudian pada 13 Oktober DK kembali bertemu dengan format terbatas dan tertutup, hanya 15 anggota DK PBB yang ada disitu. Namun hasil draft itu kemudian kembali diveto oleh AS.
Ada juga langkah dari Brasil sebagai ketua DK PBB, yang berusaha membuka ruang kepada negara-negara non anggota DK untuk memberikan suara dan masukan terkait solusi perdamaian. Namun lagi-lagi, beberapa negara besar yang juga anggota tetap DK PBB menolak usulan itu. Dan setelah terpecah, kali ini yang memberi arahan DK PBB langsung dari Sekjen PBB. Belakangan, Rusia juga mengusulkan resolusi. Namun sayang usulan draft Resolusi dari Rusia penuh kecurigaan oleh AS dan negara Barat, langsung ditolak. Padahal banyak draft Rusia itu penuh dukungan negara-negara nonanggota DK PBB, termasuk negara berkembang, Liga Arab dan negara OKI.