Bos PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya selaku pimpinan Holding BUMN Farmasi membongkar sejumlah borok pengelolaan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk. Borok pertama berkaitan dengan jerat utang pinjaman online Rp1,26 miliar yang menimpa Indofarma. Kedua, indikasi kerugian di anak perusahaan Indofarma, PT Indofarma Global Medika (IGM) mencapai Rp157,33 miliar yang timbul dari transaksi unit bisnis fast moving consumer goods (FMCG) serta indikasi kerugian IGM dengan penempatan dan pencairan deposito beserta bunganya senilai Rp35,07 miliar. Ketiga, indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Bank Oke. Keempat, indikasi kerugian Rp18 miliar atas pengembalian uang muka yang tak masuk ke rekening Indofarma Global Medika. Kelima, pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasari transaksi yang menimbulkan indikasi kerugian sebesar Rp24,35 miliar. Keenam, kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berpotensi merugikan Rp4,50 miliar. Pembayaran yang melebihi invoice dan berpotensi merugikan IGM senilai Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak terjual.
Ketujuh, kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud senilai Rp2,67 miliar dan berdampak pada penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan imbas sisa masker Rp13,11 miliar. Kedelapan, pembelian dan penjualan rapid test panbio PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp56,70 miliar. Kesembilan, Indofarma membeli dan menjual PCR kit covid-19 senilai Rp5,98 miliar pada 2020-2021, juga menyangkut piutang macet PT Promedik Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR kit covid-19 yang kedaluwarsa. Jika ditotal data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut, potensi fraud Indofarma dan anak usahanya IGM mencapai Rp436,87 miliar.