Impor Bawang Putih Sulit Diredam, Aturan Wajib Tanam Tak Optimal

Cita-cita Indonesia untuk swasembada bawang putih masih jauh dari kenyataan. Sengkarut program wajib tanam hingga aturan yang longgar menambah ketergantungan impor bawang putih. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika membeberkan, adanya dugaan bahwa ratusan perusahaan importir yang mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) sengaja membentuk perusahaan baru atau yang diistilahkan sebagai perusahaan cangkang untuk menghindari syarat wajib tanam. Modal mendirikan perusahaan baru dianggap lebih murah ketimbang melakukan syarat wajib tanam. Adapun syarat wajib tanam bawang putih diatur dalam Permentan No. 39/2019 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Yeka menyebut, untuk mendirikan perusahaan cangkang seorang importir hanya perlu mengeluarkan modal sekitar Rp13 juta.

Adapun, untuk melakukan wajib tanam dibutuhkan biaya sekitar Rp70 juta per hektare. Menanggapi itu, importir membantah tudingan Ombudsman soal motif perusahaan cangkang untuk menghindari wajib tanam. Importir yang merupakan anggota Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Jaya Sartika membeberkan, alasan banyaknya perusahaan baru yang mengajukan rekomendasi impor bawang putih lebih disebabkan minimnya kuota yang diberikan oleh Kementan. Dengan membuat banyak perusahaan, artinya importir juga dapat kuota impor lebih banyak. Dia menilai, aturan wajib tanam perlu dievaluasi dan dikaji ulang oleh Kementan ihwal apakah layak untuk dilanjutkan atau dihapus. Musababnya, menurut dia selama ini penanaman bawang putih tidak memberikan hasil yang optimal.

Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Hortikultura mengakui maraknya importir penerima RIPH bawang putih justru mangkir melakukan wajib tanam. Dari sekitar 400 perusahaan, hampir separuhnya tidak melakukan kewajiban tanam. Fenomena itu disebut terjadi hampir setiap tahun. Prihasto mengklaim telah menindak deretan perusahaan yang mangkir wajib tanam dengan diblokir dari daftar pemohon RIPH untuk selanjutnya. Namun, ihwal tudingan maraknya importir penerima RIPH sengaja membuat perusahaan baru untuk menghindari wajib tanam, Prihasto mengaku tidak tahu-menahu. Menurutnya, Kementan tidak punya kapasitas untuk menelusuri hingga ke nama pemilik perusahaan yang mengajukan RIPH. Selain itu, Prihasto menilai tidak ada wewenang lembaganya untuk melarang importir mendirikan perusahaan.

Search