Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva menyarankan agar bank sentral terus menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi. Kenaikan itu perlu dilakukan sampai mencapai titik normalisasi. “Pada titik ini kami mencari mode netral dan di sebagian besar tempat (negara), belum sampai di sana,” kata Georgieva (26/10). Georgieva memperkirakan negara-negara di seluruh dunia akan membutuhkan waktu hingga 2024 untuk mencapai efek positif dari kenaikan suku bunga. Pada tahun itu, peningkatan suku bunga bakal dirasakan efeknya oleh negara-negara ekonomi global.
Bank Sentral Eropa atau ECB akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin seiring dengan memburuknya prospek ekonomi dan inflasi yang mencapai 9,9 persen pada September. Inflasi ini didorong oleh melonjaknya harga makanan dan energi setelah invasi Rusia ke Ukraina. “Bank-bank sentral harus menaikkan suku bunga karena ketika inflasi menjadi tinggi dan melemahkan pertumbuhan, itu akan memukul kelompok (masyarakat) termiskin,” ucap Georgieva. Meski meyakini normalisasi akan terjadi pada 2024, Georgieva mengatakan manfaat dari kenaikan suku bunga tidak akan dirasakan secara instan. “Ini membutuhkan kesabaran di masyarakat,” ucapnya.
Di Indonesia, Dewan Gubernur Bank Indonesia baru-baru ini memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps). Keputusan tersebut merupakan hasil rapat dewan gubernur (RDG) yang dilaksanakan pada 19-20 Oktober 2022. Dengan demikian, suku bunga acuan kini bertengger di level 4,75 persen dari bulan lalu yang juga naik 50 bps di level 4,25 persen. Sementara itu, suku bunga deposit facility juga naik 50 bps menjadi 4 persen, dan suku bungan lending facility naik 50 bps menjadi 5,50 persen.