Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, pada akhir pekan lalu, menekankan pentingnya negara-negara di dunia memerangi inflasi saat ini untuk menopang prospek pertumbuhan ekonomi global di masa depan. Menurut Gerogieva, upaya memerangi inflasi tersebut dipastikan akan menyebabkan “kesakitan” bagi konsumen dalam jangka pendek.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan inflasi yang tinggi tentu memberatkan konsumsi sementara pertumbuhan ekonomi memang potensial membawa inflasi. Maka, semakin cepat ekonomi tumbuh, risiko inflasi juga meninggi. Bila inflasi tinggi dan berlangsung lama, biaya dan risiko jangka panjangnya akan lebih berat. Dengan kerangka ini, inflasi ditekan dengan membatasi pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi yang kritis, jelasnya, mungkin sampai pada sengaja membiarkan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif selama beberapa waktu atau terjadi resesi. Namun, resesi membawa implikasi menyakitkan juga bagi masyarakat. Bagi negara dengan tingkat kesejahteraan yang sudah tinggi, strategi ini mungkin bisa diterima. Tetapi akan menjadi sangat berat bagi negara-negara dengan ekonomi di lapis tengah ke bawah.
Resesi akan membuat daya beli masyarakat pun anjlok. Bila kecepatan pengurangan dampak inflasi lebih lambat dari kecepatan pengurangan beban masyarakat akibat resesi, biaya sosial dan politik bisa melonjak dengan cepat. Sementara pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan persoalan inflasi saat ini merupakan kontribusi dari meningkatnya biaya (cost push inflation) akibat kenaikan harga komoditas primer dan harga bahan bakar minyak (BBM). Selain karena proses pemulihan perekonomian menyebabkan kenaikan permintaan (demand pull inflation). Persoalan lainnya adalah perang Rusia-Ukraina juga turut berkontribusi terhadap kelangkaan energi dan bahan baku. Penyelesaian inflasi dilakukan dengan menambah penawaran bahan baku dan pengendalian produksi serta upaya menghentikan perang di negara produsen pangan. Upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dalam kepentingan bersama negara-negara di dunia.