Indonesia Corruption Watch (ICW) serta sejumlah organisasi pemantau pemilu dan pemerhati hukum menuding KPU memberikan ‘karpet merah’ kepada eks narapidana kasus korupsi untuk maju sebagai bakal caleg Pemilu 2024. Putusan MK melarang eks narapidana, termasuk eks narapidana kasus korupsi, dengan ancaman lima tahun atau lebih untuk menjadi caleg selama lima tahun sejak bebas dari penjara. Putusan ini sudah diadopsi oleh KPU ke dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023. Akan tetapi, KPU juga memuat pasal baru yang substansinya bertolak belakang dengan putusan MK tersebut.
Pasal bermasalah itu adalah Pasal 11 ayat 6 PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU 11/2023. Kedua pasal tersebut pada intinya menyatakan ketentuan masa tunggu lima tahun tak berlaku bagi mantan narapidana yang mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik (termasuk jika keputusan masa pencabutan hak politiknya kurang dari lima tahun). Kurnia mengatakan, MK melalui putusannya berupaya untuk menghadirkan calon anggota legislatif yang rekam jejak hukumnya bersih, setidaknya lima tahun terakhir. Namun, KPU merusak upaya itu dengan membuat pasal pengecualian.
Kurnia menambahkan, ketentuan pengecualian tersebut akan menguntungkan eks napi koruptor. Sebab, berdasarkan catatan ICW tahun 2021, rata-rata narapidana kasus korupsi dijatuhi hukuman pencabutan hak politik selama 3 tahun 5 bulan. Karena itu, ICW dan organisasi sipil lainnya meminta KPK membatalkan dua PKPU yang memuat ketentuan pengecualian tersebut. KPU lalu diminta membuat regulasi baru yang isinya tidak ada lagi ketentuan pengecualian itu.