Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati, mengatakan pihaknya menemukan kasus joki pantarlih di Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Joki pantarlih ini ditemukan sebanyak 176 kasus di Tasikmalaya. Tidak tertutup kemungkinan, dia melanjutkan, kasus serupa juga terjadi di provinsi lain. Temuan DEEP soal joki pantarlih ini sejalan dengan hasil pengawasan Bawaslu. Secara keseluruhan, Bawaslu mendapati 1.481 kasus pantarlih tidak menunjukkan surat keputusan (SK) penugasannya saat mendatangi rumah warga. Menurut Bawaslu, mereka tidak menunjukkan SK kemungkinan karena memang bukan pantarlih sebenarnya, melainkan joki.
Direktur DEEP Neni mengatakan, kasus joki ini sebenarnya bukan hal baru. Pihaknya juga menemukan kasus serupa saat Pemilu 2019 lalu. Neni mengatakan di Pemilu 2019, anaknya yang jadi pantarlih, tapi karena anaknya sibuk kuliah, maka tugasnya dilakukan oleh ayahnya. Hal ini tindakan ilegal karena melanggar prosedur, yang dapat berpotensi salah dalam melakukan proses coklit karena tidak mengikuti pelatihan teknis KPU. Pada akhirnya, praktik joki pantarlih ini bisa membuat data pemilih Pemilu 2024 menjadi tidak akurat.
Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos menyatakan bakal menindak kasus dugaan joki itu jika benar ada. Betty meminta DEEP memberikan data detail di mana kasus joki itu terjadi. Apabila benar ada pantarlih yang menyuruh joki melakukan tugasnya, proses coklitnya bakal diulang. Betty mengatakan, proses coklit memang berlangsung selama satu bulan saja, tapi Pantarlih sebenarnya bekerja selama dua bulan. Setelah melakukan coklit selama satu bulan pertama, mereka diminta untuk melakukan pengecekan ulang jika ditemukan data bermasalah.