Warga Korea Selatan memberikan suara dalam pemilihan presiden pada Selasa (3/6/2025) hari ini, menandai akhir dari enam bulan ketidakstabilan politik setelah mantan Presiden Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer yang kontroversial dan berujung pemakzulan. Komisi Pemilihan Umum Nasional Korea Selatan melaporkan, jutaan warga telah menggunakan hak pilih mereka. Lebih dari sepertiga pemilih terdaftar memilih lebih awal pada pekan lalu dalam pemungutan suara awal selama dua hari.
Berdasarkan sejumlah survei, kandidat liberal Lee Jae Myung unggul signifikan atas rivalnya. Survei terakhir dari Gallup menunjukkan 49 persen responden menganggap Lee sebagai kandidat terbaik. Sementara itu, Kim Moon-soo, kandidat dari PPP yang merupakan partai mantan Presiden Yoon, tertinggal dengan dukungan sekitar 35 persen.
Pengamat menilai pemilu kali ini tak hanya menjadi ajang pemilihan pemimpin baru, tetapi juga menjadi semacam referendum terhadap kepemimpinan Yoon Suk Yeol. Kang Joo-hyun, profesor ilmu politik dari Universitas Wanita Sookmyung mengatakan krisis darurat militer dan pemakzulan telah memengaruhi tidak hanya pemilih moderat, tetapi juga menyebabkan perpecahan dalam basis pendukung konservatif. Bae Kang-hoon, pendiri lembaga pemikir Valid, menilai bahwa perhatian utama kini bukan lagi soal siapa yang menang, melainkan seberapa besar legitimasi yang akan diperoleh pemenang.