Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengusulkan sejumlah strategi kepada pemerintah agar stabilitas pasokan dan harga Minyakita terjaga. Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga mengatakan, pemerintah harus jeli dalam membuat kebijakan agar Minyakita sebagai minyak goreng rakyat bisa tetap tersedia dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Adapun, harga Minyakita terus mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir. Harga crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku minyak goreng hingga panjangnya rantai distribusi MinyaKita disinyalir menjadi faktor kenaikan harga di masyarakat.
Data Kemendag mencatat rata-rata harga Minyakita pada pekan pertama Mei 2024 sebesar Rp16.083 per liter telah naik 0,87% dibandingkan harga pada pekan lalu. Sementara harga minyak goreng curah justru turun 0,06% menjadi Rp15.828 per liter dan minyak goreng premium turun 0,19% menjadi Rp21.051 per liter. Dia pun mengusulkan sejumlah opsi kebijakan kepada pemerintah untuk manjaga pasokan dan harga Minyakita. Di antaranya, melalui skema subsidi seperti halnya yang dilakukan pemerintah terhadap penyaluran bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan opsi agar Minyakita dibebaskan dari PPN. Lebih lanjut, untuk menjaga kelancaran pasokan dan memotong mata rantai spekulan, Sahat juga mengusulkan agar penyaluran Minyakita dilakukan oleh negara, alih-alih kepada pihak swasta. Misalnya, melalui Bulog dan ID Food sebagai BUMN yang bergerak di bidang pangan.
Sebelumnya, Direktur Bahan Pokok dan Barang Penting, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Bambang Wisnubroto mengakui kenaikan harga Minyakita cenderung disebabkan oleh pasokan domestik market obligation (DMO) yang minim. Bambang mengakui bahwa, untuk menyiasati pasokan Minyakita, pihaknya tengah mengkaji dua opsi kebijakan. Pertama, pemerintah bakal menaikkan HET MinyaKita. Adapun opsi kebijakan kedua, kata Bambang, yaitu mengeluarkan minyak curah dari kebijakan DMO. Dengan begitu, nantinya penyaluran minyak curah oleh produsen tidak akan terhitung lagi ke dalam hak ekspor.