Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, sejak larangan ekspor CPO, petani menjadi tidak tertarik untuk mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Hal ini karena harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit kian anjlok dan bahkan nyaris tidak laku.
Keadaan petani kelapa sawit saat ini semakin kritis imbas dari pelarangan ekspor CPO. Dari 1.118 pabrik sawit di Indonesia sekitar 25% telah menghentikan pembelian TBS sawit dari petani. Hal ini terjadi sejak harga TBS anjlok 40% – 70 % dari harga penetapan dan merata terjadi sejak pelarangan ekspor berlangsung.
Selain itu, Gulat mengatakan, anjloknya TBS juga berimbas terhadap kebun petani. Saat ini banyak kebun petani yang sudah mulai terlantar karena tidak ada biaya perawatan seperti pupuk dan pengendalian gulma. Sementara kebutuhan kebun sawit berbeda dengan tanaman lainya, jika kebun tidak dirawat akan mengakibatkan tanaman sawit rusak dan untuk mengembalikan ke kondisi semula butuh waktu yang bertahun-tahun.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono berdalih, penghentian pembelian TBS lantaran rata- rata tangki minyak sawit milik pabrik sudah mulai penuh dan ada indikasi perusahaan perkebunan mulai kesulitan menjual CPO.