Kenaikan harga beras yang tidak terkendali mengerek harga pangan lain, termasuk pangan lokal. Warga resah akan harga bahan pangan yang semakin tidak terkendali. Di sisi lain, operasi pasar belum sepenuhnya bisa mengatasi persoalan itu. Kasoami, atau disebut soami di beberapa wilayah, adalah makanan pokok masyarakat kepulauan Sultra yang berbahan dasar singkong. Edi menuturkan, kenaikan harga kasoami ini mulai terjadi seiring melonjaknya harga beras. Di Kaledupa, harga beras premium tertinggi sekitar Rp 850.000 untuk 50 kilogram. Sebelumnya, harga beras di pulau ini Rp 720.000 per karung isi 50 kilogram. Berdasarkan data harga harian bahan pokok yang dikumpulkan Pemerintah Kabupaten Wakatobi pada Senin (26/2/2024), beras kualitas sedang dijual Rp 19.500 per kilogram. Sementara itu, harga beras kualitas premium Rp 21.000 per kilogram atau Rp 1.050.000 per karung isi 50 kilogram. Meski bukan penghasil beras, wilayah Wakatobi kaya akan pangan lokal, mulai dari ubi, singkong, hingga keladi. Sebelum beras masif, masyarakat daerah yang terkenal dengan keindahan alamnya ini mengonsumsi pangan lokal.
Sekretaris Daerah Sulawesi Tenggara Asrun Lio mengatakan, pihaknya telah menurunkan Satgas Pangan ke Wakatobi untuk mengecek tingginya harga beras. Tim akan mengecek situasi hingga penyebab kenaikan harga yang tinggi. Secara umum, harga beras yang tinggi di Sultra disebabkan hasil panen petani lebih banyak dijual ke luar daerah. Akibatnya, stok beras di wilayah itu sedikit dan harus didatangkan dari luar. Selain itu, hasil panen juga tidak maksimal karena pengaruh El Nino dan banjir lokal yang terjadi. Berbagai program dijalankan, termasuk pasar murah di sejumlah tempat di wilayah ini.
Ekonom dari Universitas Halu Oleo, Syamsul Anam, menjabarkan, kenaikan harga pangan lokal secara otomatis terjadi saat warga mulai beralih akibat harga beras yang tinggi. Pasar akan mengoreksi harga seiring tingginya permintaan. Warga yang tidak mampu membeli beras mulai mencari substitusi. Dan secara alamiah akan mengerek harga di pasar. Pemerintah, harus melihat kenaikan harga pangan ini secara lebih luas. Program pasar murah memang bisa menekan harga, tetapi tidak menyelesaikan persoalan. Selama ini, beras di Sultra, misalnya, terkendala pengelolaan hasil panen. Akibatnya, gabah dari Sultra lebih banyak terserap ke daerah lain. Hilirisasi pangan harus dilakukan, bagaimana agar hasil panen benar-benar hingga produk akhir. Termasuk juga upaya untuk kemajuan pangan lokal di wilayah.