Setelah harga beberapa komoditas pangan global melonjak seperti gandum dan kedelai maka harga beras diperkirakan juga akan ikut melonjak. Lonjakan itu dipicu oleh pembatasan ekspor beras oleh India yang merupakan kontributor 40 persen dari perdagangan global. India, pada Jumat (9/9), memberlakukan kontrol atas ekspor dari beberapa varietas beras dengan mengenakan bea keluar 20 persen untuk beras putih yang tidak digiling, beras merah yang dikupas, dan beras setengah giling atau beras yang digiling seluruhnya. Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi telah mengambil langkah-langkah untuk menopang ketahanan pangan dan menahan inflasi yang disebabkan oleh gangguan pasokan akibat pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina.
India telah mengekspor hampir 40 persen dari perdagangan global, dan itu menurunkan harga global. Bagian dari daya saing ini berasal dari subsidi besar pada pupuk dan listrik, dan langkah ini sebagai upaya untuk memulihkan sebagian dari subsidi tersebut. India memberlakukan pembatasan ekspor gandum dan gula tahun ini, tetapi telah menunda untuk beras, sehingga harga beras tidak naik secepat beberapa makanan lainnya. India mengekspor beras senilai 8,8 miliar dollar AS pada tahun keuangan 2020-21. Pasar terbesarnya untuk beras non-basmati termasuk Nepal dan Bangladesh, Uni Emirat Arab, Irak, Malaysia dan Afrika Barat.
Koordinator Nasional untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan stok pangan global belum sepenuhnya aman, sehingga banyak negara memproteksi produksinya. Tingginya kerawanan pangan tersebut, katanya, bisa membahayakan stabilitas negara. Menurut Said, dalam menghadapi situasi tersebut maka ada dua hal yang perlu dibenahi. Pertama, mengubah paradigma pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi namun juga kesejahteraan petani. Kepastian harga, dukungan sarana, dan fasilitasi penguatan kapasitas menjadi mutlak. Kedua, perlunya investasi yang sesuai dan efektif, mulai dari infrastruktur pertanian, teknologi, riset dan teknologi, pendampingan, dan penataan pasar. Akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, mengatakan perlu kebijakan khusus untuk petani guna mendukung produktivitas pertanian dalam negeri di tengah ancaman krisis pangan global dan krisis energi yang menyebabkan kenaikan bahan bakar dan pupuk. Hal ini dikarenakan kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pencabutan subsidi pupuk akan berdampak langsung pada harga pokok produksi (HPP) pertanian yang akan meningkat.