Pengamat kebijakan publik sekaligus Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, mengatakan jika bansos barang terus menerus digelontorkan dan menghabiskan anggaran ratusan triliun, maka akan berpotensi terjadi inefisiensi pengelolaan APBN karena akan menimbulkan kerawanan praktik koruptif pada tahap pengadaan barangnya dan pada tahap penyalurannya. Maftuchan menilai sebenarnya pemerintah lebih baik memberikan bansos dalam bentuk uang tunai ketimbang barang. Sebab menurut dia, bansos dengan uang akan lebih tepat sasaran sekaligus memberikan kemerdekaan bagi masyarakat dalam konsumsi.
Maftuchan menilai pemberian bansos secara langsung oleh Jokowi juga memperlihatkan praktik politik klientelisme atau transaksional. Jokowi terkesan ingin mendapatkan kompensasi dari bansos itu yakni dukungan rakyat buat agenda elektoralnya. Menurut Maftuchan, praktik politik klientelisme atau transaksional berdampak buruk karena mengancam demokrasi substantif sekaligus mengancam pemenuhan hak-hak dasar warga.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah terus menggelontorkan berbagai jenis bantuan sosial (bansos) atau perlindungan sosial (perlinsos) bagi masyarakat. Salah satu yang menjadi perhatian adalah nilai anggaran Bansos pada 2024 yang mencapai Rp 496 triliun. Jumlah anggaran Bansos pada 2024 lebih besar 12,4 persen dari tahun lalu yang mencapai Rp 439,1 triliun.