Pemerintah akan menjadikan food estate di Merauke, Papua Selatan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, rencana food estate sebagai KEK akan dilaksanakan di Merauke, Papua Selatan. Nantinya program tersebut bakal difokuskan pada dua komoditas yakni tebu dan padi. “Kita belum bicara produksi, kita konsentrasi padi dan tebu. Kalau food estate kan bisa potensi 2 juta hektar, (tapi) awalnya 200.000 hektar,” kata Airlangga kepada wartawan di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta. Ia menyebut, pembangunan KEK food estate di Merauke akan diarahkan pada skema public private partnership (PPP). Adapun untuk investornya, Airlangga masih belum bisa menyampaikan.
Posman Sibuea, Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian, Unika Santo Thomas Medan mengatakan, rencana pemerintah menjadikan program lumbung pangan (food estate) di Merauke, Papua sebagai KEK dengan maksud pembentukan lumbung pangan bisa makin efektif. Hal tersebut karena sejumlah investor akan menanamkan modalnya untuk dua komoditas, yakni padi dan tebu melalui skema pendanaan public private partnership (PPP) atau kerjasama pemerintah dengan bidang usaha (KPBU). Hanya saja, Posman mengingatkan dengan menjadikan food estate sebagai KEK, ada potensi petani lokal bisa ditinggalkan. Artinya akan terjadi potensi kegagalan sekian kali terhadap pengembangan program lumbung pangan tersebut. “Jika ini yang terjadi tentu petani lokal akan ditinggalkan dan mereka menjadi penonton di areal pertanian miliknya. Sekali ini akan menyebabkan kegagalan untuk kesekian kalinya pengembangan program food estate,” kata Posman. Oleh karenanya, desain program food estate sebagai KEK harus melalui perencanaan yang matang. Perlu diintegrasikan dengan konstruksi berpikir yang dihasilkan dari riset universitas, usaha industri, dan masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan.
Ia menjelaskan, pembangunan ketahanan pangan melalui program food estate yang ada sekarang merupakan salah satu pilihan kebijakan untuk menggenjot produktivitas pangan negeri tepat. Namun, Posman menyebut, disayangkan program tersebut tidak berhasil mencapai target. Adapun kajian di berbagai wilayah yang mengembangkan program tersebut, semua menyimpulkan, implementasi program food estate tidak sukses. Malah merusak ekologi, untuk tidak mengatakan bentuk kejahatan lingkungan dan berimplikasi pada perubahan iklim yang memantik pergeseran musim yang kerap menimbulkan gagal panen. “Bahkan sejumlah pengamat mengatakan bahwa masyarakat adat kehilangan identitas lokal dan mata pencarian, bahkan memiskinkan rakyat yang menahan laju penurunan stunting,” ujarnya.