Energi Hijau Baterai & Hidrogen

Kementerian PPN/Bappenas mengeluarkan data pada Juni 2022 tentang skenario pembangunan rendah karbon (net zero emission/ NZE). Skenario NZE bisa mempercepat Indonesia lepas dari middle income trap country. NZE merupakan kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap bumi.

Indonesia dengan skenario NZE bisa mencapai 5,95% 6,20% pada 20212070. Jika digunakan pendekatan biasanya maka pertumbuhannya hanya mencapai 4,16% pada periode yang sama. Karena itu, pencapaian NZE merupakan salah satu prioritas utama di mana Indonesia menargetkannya untuk bisa dicapai pada 2060 atau lebih cepat selaras dengan Paris Agreement.

Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari energi. Namun, selama ini bahan bakar fosil yang dijadikan sumber energi utama merupakan penyumbang gas rumah kaca (GRK) terutama gas karbon dioksida (CO2).

Skenario agar NZE bisa dicapai pada 2060 atau lebih cepat antara lain melalui transisi energi dari semula berbasis bahan bakar fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Pada 2021, porsi EBT Indonesia baru 11,5 % dari bauran energi.

Porsinya akan dinaikkan menjadi 23% pada 2025 dan terus ditingkatkan menjadi 98,7% pada 2045. Akhirnya, pada 2050 seluruh kebutuhan energi Indonesia akan berbasis EBT. Skenario tersebut sangat ditopang oleh perkembangan teknologi penyimpan dan pembawa energi yakni baterai dan hidrogen.

Era energi bersih sangat ditopang oleh baterai (baterai isi ulang) dan hidrogen (green hydrogen). Produksi baterai melibatkan proses yang panjang dan kompleks. Proses tersebut meninggalkan jejak karbon tinggi. Bahkan, jika baterai pada mobil listrik (BEV) dicas dengan energi listrik yang bersumber PLTU/ PLTD maka BEV tersebut tidaklah ramah lingkungan. Sebaliknya, jika kendaraan listrik digerakkan oleh hidrogen (HFC-EV) maka operasinya sangat ramah lingkungan. Karena itu, dari sisi proses produksi dan pemakaian hidrogen lebih ramah lingkungan ketimbang baterai.

Search