Pemerintah disarankan untuk mengambil opsi untuk menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), ketika larangan ekspor dibuka hari ini, 23 Mei 2022. Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan kebijakan tersebut diperlukan agar ketersediaan minyak goreng (migor) dalam negeri terjamin, mencegah kenaikan harga yang terlalu tinggi dan memastikan hilirisasi domestik tetap terjadi. Tungkot mengatakan dengan pungutan yang progresif terhadap ekspor CPO, migor curah bisa ditekan sesuai target pemerintah, yakni Rp14.000/liter.
Selain itu, Tungkot menyebut pemerintah harus membeli migor curah dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan mendistribusikan via Bulog dan BUMN pangan lainnya. Hal tersebut diperlukan untuk menjamin migor curah yang terdistribusi dengan baik dan harganya terjangkau masyarakat. “Migor kebutuhan domestik harus dikuasai penuh pemerintah, via Bulog atau BUMN mulai dari level pabrik sampai ke konsumen agar tidak terjadi penyelundupan, penumpukan dan terwujud harga Rp 14000/ liter ditingkat konsumen, dengan konsumen yang pasti atau pembeli pakai kartu tanda penduduk. Artinya migor curah menjadi barang subsidi yang peredaranya diawasi pemerintah,” jelasnya.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap pihaknya dilibatkan dalam penyusunan regulasi terkait izin ekspor minyak kelapa sawit yang resmi kembali dibuka Senin (23/5/2022). Namun hingga saat ini peraturan menteri perdagangan terkait izin ekspor belum kunjung terbit. Sekretaris Gapki Eddy Martono mengatakan pihaknya pun sangat resah dengan masalah minyak goreng yang tak kunjung selesai. “Kami berharap agar pelaku usaha diberikan ruang untuk memberikan masukan, agar pada waktu aturan dijalankan dapat berjalan dengan baik. Kami di sektor hulu juga tidak mau masalah ini terus berlarut-larut,” ujar Eddy.