Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11% pada kuartal I-2024. Meski demikian, tren daya beli masyarakat cenderung menurun sejak kuartal IV-2023 hingga kuartal I-2024. Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan memang ada sedikit penurunan daya beli terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama dua kuartal beruntun di bawah 5% secara tahun ke tahun (year on year/yoy). “Ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap daya beli, yang pertama mungkin dari sisi inflasi memang kalau kita lihat sepanjang bulan Januari dan Februari itu ada kecenderungan harga-harga bahan pokok seperti beras, gula pasir, daging ayam dan sapi itu mengalami kenaikan,” beber Rully saat dijumpai di BEI, SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Rully menerangkan, selain imbas dari gejolak harga komoditas makanan (volatile food), penurunan daya beli ini disebabkan oleh tingkat suku bunga yang tinggi dan imported inflation ketika nilai tukar rupiah melemah. Pasalnya saat rupiah melemah, harga barang-barang konsumsi turut mengikuti dan mengalami lonjakan. Menurut Rully, pelemahan daya beli ini terjadi cukup merata di seluruh kalangan, baik dari kalangan menengah ke bawah maupun ke atas. Namun selama ini, pemerintah telah menggelontorkan dana untuk bantuan sosial (bansos) yang cukup membantu kalangan menengah ke bawah. Hanya saja, yang kurang diperhatikan adalah masyarakat dari kalangan menengah.
Untuk itu, Rully menegaskan bahwa pemerintah perlu menaruh perhatian kepada kelas menengah yang bisa dilakukan dengan beberapa hal. Misalnya, melalui peningkatan infrastruktur atau fasilitas seperti transportasi umum supaya dapat mendukung eskalasi aktivitas ekonomi di kalangan menengah. “Jadi aktivitas ekonominya bisa meningkat bisa lebih nyaman apalagi dengan adanya berbagai pembangunan jalan tol dari Jawa, Surabaya dan trans Sumatera, Sulawesi itu bisa meningkatkan aktivitas ekonomi kalangan menengah,” pungkas Rully.