Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, menyebut Perekonomian Indonesia di Triwulan 2022 akan menemui tantangan berat karena tidak akan lagi mendapat momentum kemewahan musiman, baik itu dari hari raya keagamaan atau peristiwa-peristiwa besar lainnya seperti di Triwulan II yang membuat perekonomian berhasil tumbuh 5,44 persen. Hal itu tentu saja berimplikasi kepada kinerja perekonomian di paruh kedua 2022.
Eko berharap windfall dari kinerja ekspor Indonesia pada Triwulan II/2022 sebesar 19,74 persen year on year (yoy) jangan sampai kendor meski tanda-tanda mulai menipisnya surplus sudah kelihatan. Hal itu bisa dilihat dari kecenderungan perkembangan ekonomi negara mitra dagang Indonesia yang mengalami peningkatan inflasi, sementara pertumbuhan ekonomi menurun. Hal tersebut membuat daya beli tergerus sehingga permintaan negara mitra dagang terhadap komoditas dari Indonesia juga akan menurun. Persoalannya bukan hanya terhadap neraca perdagangan, tetapi juga kepada stabilitas nilai tukar yang terkait pada ketersediaan devisa kita.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, berpandangan bahwa tantangan yang akan dihadapi di triwulan III dan IV 2022 adalah persoalan ketidakpastian global. Situasi menjadi lebih rumit saat tensi geopolitik antara Taiwan dan Tiongkok semakin membara di semester 2022. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44 persen pada Triwulan II tahun ini, banyak di topang oleh subsidi terutama di energi BBM, gas, listrik, dan pangan (pupuk). Artinya, pertumbuhan ini sangat tergantung pada sejauh mana kekuatan APBN dalam menahan kenaikan harga-harga tersebut di tengah gejolak geopolitik yang makin memanas. Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di Triwulan III 2002 minimal sama dengan capaian di Triwulan II sebesar 5,44 persen, bisa dicapai dengan mengurangi impor, terutama impor energi fosil dan memberi ruang bagi pengembangan energi terbarukan.