Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 akan menemui sejumlah tantangan. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan, tantangan bisa datang baik dari sisi global maupun dalam negeri. Dari sisi global, ketatnya pasar tenaga kerja dan masih tingginya inflasi di beberapa negara maju mendorong berbagai bank sentral untuk menjaga rezim suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Termasuk Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) diyakini masih akan menahan suku bunga acuan di level tinggi setidaknya pada tahun 2024. Tren suku bunga tinggi akan menaikkan risiko kenaikan suku bunga kredit. Ini bermuara pada tersendatnya pertumbuhan kredit pada tahun depan.
Risiko lain dari global datang dari kebijakan moneter kontraktif yang diadopsi berbagai bank sentral dunia. Ini akan memicu perlambatan permintaan global dan menekan harga komoditas. Hal ini akan memberi dampak lanjutan terhadap Indonesia dari jalur perdagangan, mengingat ekspor Indonesia cukup bergantung dengan harga komoditas. Tantangan lain datang dari potensi pelemahan nilai tukar yang berkelanjutan. Ini akan memicu peningkatan inflasi impor (imported inflation). Apalagi 90% dari impor Indoensia adalah bahan baku dan barang modal. Sehingga depresiasi akan menyundut ongkos produksi domestik yang akan membahayakan performa sektor manufaktur dan investasi.
Kemudian, kombinasi risiko nilai tukar dan penurunan perdagangan pada tahun depan, akan menimbulkan risiko naiknya defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Sedangkan risiko dari dalam negeri seputar tahun politik. Penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) berpotensi terjadi di sepanjang tahun 2024, mengingat pesta rakyat terjadi dari level nasional hingga kabupaten/kota. Panjangnya periode tersebut akan memperpanjang periode sentimen wait and see oleh sektor swasta dan berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan investasi. Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek di tengah ketidakpastian, Riefky pun mengimbau otoritas tetap menjaga stabilitas dari keyakinan konsumen, tingkat harga, dan nilai tukar rupiah.