Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini baru kembali pada posisi yang sama sebelum pandemi Covid-19, karena warga sudah relatif bebas untuk beraktivitas seiring dengan pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan kembali membaik setelah lebih dari dua tahun bersama pandemi. “Dicabutnya PPKM oleh Presiden langsung berpengaruh mendorong kepercayaan publik terhadap prospek ekonomi ke depan, termasuk dalam aspek ketersediaan lapangan kerja dan pendapatan,” sebut Riefky.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia sedikit menurun dari 123,0 bulan lalu menjadi 122,4 bulan ini, setelah berakhirnya masa liburan. Meskipun turun, namun IKK tersebut tetap berada di wilayah optimis yang ditandai dengan nilai di atas 100 selama 17 bulan terakhir. Begitu pula dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur yang menggambarkan aktivitas bisnis dan produksi. Meskipun sedikit menurun menjadi 51,2 dari 51,3 pada bulan sebelumnya, namun PMI Indonesia tetap mempertahankan posisinya di wilayah ekspansif. Riefky pun optimistis pertumbuhan ekonomi 2023 secara tahunan di angka 5 persen. Kendati demikian, dia mengimbau pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk tetap waspada karena data terbaru angka inflasi mengalami kenaikan meskipun trennya menurun sejak September lalu. Angka inflasi tersebut masih berpeluang meningkat karena selama Ramadan dan Idul Fitri konsumsi cenderung akan meningkat. Jika tidak dikelola dengan baik, usaha mengembalikan inflasi ke kisaran target BI 31 persen akan sulit tercapai pada paruh pertama tahun ini.
Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan banyaknya perputaran uang dalam kegiatan pemilu, otomatis akan berdampak pada pertumbuhan. Namun, pertumbuhan itu bersifat jangka pendek dan tidak disertai peningkatan nyata kekuatan daya beli masyarakat. “Pelaksanaan pemilu, baik pilpres ataupun pileg, boleh dibilang ini adalah autopilot pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya segala hal yang berkaitan dengan persiapan masing-masing calon pastilah sangat banyak pergerakan dan perputaran uang di sana, otomatis angka konsumsi meningkat meskipun ini tidak berasal dari peningkatan pendapatan masyarakat secara riil,” jelas Bambang.