Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede menilai melemahnya nilai tukar rupiah hingga mendekati level psikologis Rp15.000 per dolar AS karena kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang menaikkan suku bunga. Langkah The Fed tersebut telah memicu ekspektasi terjadinya resesi di AS dan bisa berdampak pada ekonomi global. Pada saat terjadi ekspektasi pelambatan ekonomi global atau resesi global, pada akhirnya investor cenderung memarkirkan dananya ke aset-aset yang lebih aman termasuk dolar AS. Menjelang penutupan sesi perdagangan pada Selasa (6/7), Rupiah mendekati Rp15.000, dan hal ini juga sejalan dengan pelemahan dari mata uang Euro. Rupiah ditutup melemah 22 poin atau 0.15 persen ke posisi Rp14. 992 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14. 972 per dolar AS. Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore ditutup melemah.
Kenaikkan suku bunga bank sentral yang cukup agresif dikhawatirkan bisa mengganggu investasi karena dana-dana akan semakin lebih mahal dan likuiditas akan semakin lebih ketat. Josua menilai hal ini tidak bagus untuk perekonomian karena akan mendorong rate of sentiment pasar keuangan global sehingga dampaknya bukan hanya kepada Rupiah tetapi sebagian besar mata uang dunia. Jadi bukan karena faktor ekonomi ataupun faktor fundamental, melainkan karena faktor sentimen dari pasar eksternal.