Ekonom: Jangan Sampai Kebijakan Penerbitan SBN Malah Ganggu Stabilitas Rupiah

Kementerian Keuangan melaporkan jumlah utang pemerintah hingga 31 Mei 2024 mencapai Rp 8.353,02 triliun atau dengan rasio utang 38,71% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp 7.347,5 triliun (87,96%) dan pinjaman sebesar Rp 1.005,52 triliun (12,04%). Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan pemerintah untuk menerbitkan SBN harus mencari titik keseimbangan antara kebutuhan penerbitan surat utang baru dan memperhatikan resiko dari pergerakan nilai tukar rupiah. Bila melakukan kajian tentang utang hal yang tidak kalah penting adalah memperhatikan pokok utang dan bunga utang. Hal-hal tersebut berhubungan dengan rencana penerbitan surat utang pemerintah.

“Artinya penerbitan SBN juga harus memperhatikan tingkat suku bunga yang relatif masih tinggi ketika menjalankan atau merancang kebijakan yang membutuhkan penerbitan surat utang baru,” kata Yusuf saat dihubungi pada Selasa (2/7/2024). Dengan bunga utang yang meningkat maka akan mengurangi fleksibilitas ruang belanja pemerintah. Hal tersebut dapat berdampak terhadap komposisi dan alokasi belanja di pos lain. Dengan nominal dan rasio utang yang relatif masih tinggi ini terjadi di periode transisi pemerintahan akan menghambat ekspansi kebijakan fiskal ke depannya. Bila pemerintah periode berikutnya tidak bisa melakukan penyesuaian dalam beberapa kebijakan maka juga akan cukup menantang untuk kembali menurunkan rasio utang.

Yusuf menuturkan bahwa dengan rasio utang sebesar 38,71% dari PDB menunjukan bahwa upaya untuk menurunkan rasio utang seperti sebelum terjadinya pandemi masih belum terpenuhi. Upaya untuk menurunkan rasio seperti sebelum pandemi ini akan semakin berat kedepan mengingat diperlukan dorongan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi atau pemotongan utang yang begitu besar untuk mencapai hal tersebut. “Tantangannya sekarang adalah mendorong pertumbuhan ekonomi setidaknya bisa tumbuh 6% atau bahkan 7% dalam beberapa tahun ke depan dalam upaya menurunkan rasio utang,” tutur Yusuf.

Search