Ekonom Senior lembaga riset ekonomi Bright Institute, Awalil Rizky menilai Indonesia memiliki risiko lebih tinggi karena China merupakan mitra ekonomi yang terpenting.Indonesia dinilai akan semakin bergantung dengan China dari segi perdagangan, investasi, dan utang. Sebaliknya, posisi Indonesia bagi China dianggap cukup penting tetapi tidak terlalu signifikan untuk menjadi penentu kondisi perekonomiannya. Awalil menuturkan, dari sisi perdagangan, China merupakan negara tujuan ekspor tertinggi yang porsinya mencapai 25,09 persen dari seluruh total ekspor pada 2023. Porsi ini jauh lebih tinggi dari negara di posisi kedua yakni Amerika Serikat yang hanya 8,98 persen dari seluruh ekspor Indonesia. Di sisi lain, meskipun mengimpor 28,34 persen dari seluruh total impor batang China, RI hanya berkontribusi tak lebih dari 3,2 persen bagi seluruh impor China.
Selain itu, besarnya ekspor pada komoditas hasil tambang tersebut membuat surplus atau defisitnya neraca perdagangan Indonesia terhadap China menjadi sangat bergantung pada kondisi harga komoditas global dibandingkan kapasitas produksi Indonesia. Adapun, Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia yang mengekspor feronikel ke China pemilik dan pemegang sahamnya tidak lain dari China. Bright Institute juga menyoroti peran investasi China ke Indonesia. Kementerian Investasi mencatat, Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar di Indonsia berasal dari Singapura, namun jika PMA dari Hong Kong, yang mana menurut Awalil selama beberapa tahun terakhir semakin terintegrasi dengan Beijing, maka jumlah keduanya mencapai 28% dari total PMA di Indonesia.