Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan eskalasi perang Iran-Israel memunculkan adanya anomali terhadap penguatan dolar AS. Padahal secara teori, seharusnya kondisi tersebut membuat dolar AS melemah. “Secara teori kalau misalnya terjadi perang harga emas akan naik secara signifikan tapi terjadi penurunan signifikan terhadap nilai tukar dolar AS,” kata Associate Indef Asmiati Malik. Dalam kondisi tersebut, Asmiati mengatakan hal yang menarik lainnya adalah pada saat yang sama, rupiah juga tertekan terhadap dolar. Padahal, seharusnya dolar AS akan mengalami pelemahan namun justru terbalik. “Berarti ini ada di luar kebiasaan yang terjadi secara teori,” ucap Asmiati.
Dia menjelaskan, dalam kondisi perang membuat harga emas naik seharusnya membuat banyak orang melepaskan dolar. Hanya saja, Asmiati mengatakan di Amerika Serikat terjadi inflasi sehingga pemerintah menaikkan suku bunga dan membuat uang tersebut kembali ke Amerika Serikat. “Ini membuat likuiditas global itu tidak menyebar tapi terpusat di Amerika Serikat. Jadi meskipun perangnya ada di middle east, likuiditasnya tetap berkumpul di Amerika Serikat,” jelas Asmiati. Hal itu menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang tertekan dari kondisi tersebut yang terlihat dari nilai tukar rupiah. Jika dilihat dari komponen ekonomi makro baik dari investasi, ekspor, dan impor maka Indonesia sangat terintegrasi dengan perdagangan dan ekonomi global.