Lembaga riset International Institute for Sustainable Development (USD) menyatakan bahwa dukungan fiskal dari pemerintah Indonesia ke bahan bakar fosil masih terlalu besar sehingga berpotensi memperlambat transisi energi dan menguras anggaran publik.
Penulis utama laporan USD bertajuk Indonesia’s Energy Support Measures: An Inventory of Incentives Impacting the Energy Transition, Anissa Suharsono, mengatakan Indonesia harus lebih kritis dan perlu mengalihkan dukungan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Hal itu untuk memenuhi target iklim dan target bauran energi, dan mengurangi kebergantungan pada bahan bakar fosil yang harganya tidak stabil.
Dia menyebut nilai insentif untuk bahan bakar fosil 117 kali lebih tinggi dibanding untuk energi terbarukan. Dari dukungan energi di Indonesia yang mencapai 279 triliun rupiah pada tahun anggaran 2020, sekitar 88 persen atau 246 triliun rupiah dialokasikan untuk bahan bakar fosil. Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fahmi Radhi, mengatakan pemerintah masih tersandera oleh kepentingan industri kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.