DPR Minta LPEI Ditutup, Kasus Fraud hingga Rugi Rp3,45 Triliun

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sedang didera kasus fraud fasilitas kreditnya hingga mengalami kerugian yang membengkak. DPR pun menyoroti permasalahan di LPEI, bahkan meminta lembaga di bawah Kementerian Keuangan itu ditutup. Sebagaimana diketahui, LPEI saat ini sedang didera kasus dugaan fraud pemberian fasilitas kredit. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menelaah tiga dari enam debitur LPEI yang diduga terindikasi fraud. Ada indikasi kerugian sekitar Rp3,45 triliun pada debitur LPEI berinisial PT PE, PT RII dan PT SMYL.

Kejagung juga telah menerima laporan terpisah dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, di mana ada empat debitur LPEI yang terindikasi fraud dengan nilai Rp2,5 triliun yakni PT RII, PT SMS, PT SPV dan PT PRS. Tidak sampai di situ, Kejagung menyebut ada enam perusahaan lain yang akan resmi dilaporkan lagi usai diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Nilai indikasi kerugian keuangan negaranya mencapai Rp3,85 triliun.

Sepanjang 2023, LPEI juga mengalami rugi tahun berjalan mencapai Rp16,5 triliun baik secara individual maupun konsolidasian per 31 Desember 2023. Kerugian tersebut meningkat disebabkan oleh kerugian penurunan nilai aset keuangan yang mencapai Rp16,9 triliun. Anggota Komisi XI dari Partai Gerindra Kamrussamad mengatakan atas kondisi tersebut, LPEI menjadi warisan atau legecy buruk bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Jadi, mending LPEI ditutup saja,” katanya dalam RDP dengan LPEI pada Senin (1/7/2024). Menurutnya, LPEI lebih baik digabung atau dimasukkan ke dalam lembaga lainnya. “Ini karena bisnisnya tidak kompetitif,” ujarnya. Dalam RDP tersebut, LPEI sendiri mengajukan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp10 triliun untuk program penugasan khusus ekspor (PKE). Atas pengajuan tersebut, menurutnya Komisi XI berat untuk melakukan pendalaman jika tidak dilakukan upaya perbaikan dan manajemen risiko.

Search