Komisi XI DPR menilai langkah pemerintah untuk menaikan tarif cukai rokok harus dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat. Pemerintah berencana untuk menaikan tarif cukai rokok pada tahun 2025 nanti. Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Eddy Susetyo mengatakan penetapan tarif cukai rokok akan mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat. Cukai rokok memang digunakan pemerintah sebagai pajak dosa (sin tax) dan untuk menekan konsumsi rokok di masyarakat, tetapi yang juga perlu dilihat adalah penerapan dari Undang Undang Cukai itu sendiri. Apalagi ini menyangkut kesehatan maka harus dilihat juga penerapan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan.
Andreas menuturkan dalam kajian yang dilakukan akan dilihat sejauh mana dampak terhadap kelas menengah bila pemerintah menaikan tarif cukai rokok. Pasalnya bila terjadi kenaikan tarif cukai rokok dalam jumlah besar dikhawatirkan akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Salah satu perdebatan saat menaikkan tarif cukai rokok adalah saat terjadi kenaikan tarif cukai rokok apakah terjadi penurunan konsumsi rokok atau malah terjadi peralihan konsumsi jenis rokok. “Disinilah yang kita lihat karena itu peredaran rokok ilegal semakin meningkat itu juga akan mengurangi realisasi cukai rokok.
Pada tahun 2023 dan 2024 terjadi kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10%. Cukai rokok merupakan rata-rata tertimbang dari berbagai golongan, maka nominal 10% tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan bagi kelompok dari mulai sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT) yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri. Lebih lanjut, Andreas menerangkan saat ini produksi rokok yang turun mayoritas di golongan rokok kebanyakan di kelompok I yang mendominasi, sehingga terjadi kenaikan konsumsi pada rokok golongan II dan III. Hal tersebut yang menyebabkan terjadi penurunan realisasi cukai.