DPR bakal mengirimkan panggilan kedua kepada PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta, sekaligus memanggil bos Lippo Group James Riady untuk hadir ke DPR pada 13 Februari mendatang. Komisi VI DPR RI meradang usai PT MSU mangkir tanpa keterangan dalam panggilan perdana rapat dengar pendapat umum (RDPU) Rabu ini (25/1). Anak usaha Lippo itu bahkan tidak memberikan keterangan berhalangan hadir.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meradang saat RDPU di Komisi VI tersebut dimulai tanpa kehadiran pihak Meikarta. Menurutnya, mangkirnya pihak Meikarta menunjukkan perusahaan tersebut merasa bisa membeli dan menundukkan semua orang yang ada di Indonesia. Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menekankan mangkirnya manajemen Meikarta tanpa keterangan adalah preseden buruk bagi DPR. Daeng Muhammad dari Fraksi PAN menegaskan setuju dengan pernyataan Andre Rosiade dan Achmad Baidowi. Menurutnya, stakeholder atau siapapun yang diundang demi kepentingan masyarakat Indonesia, minimal seharusnya memberikan keterangan jika berhalangan hadir. Sementara itu, Mohamad Hekal yang memimpin sidang memutuskan tiga kesimpulan RDPU yang tidak dihadiri pengembang Meikarta tersebut. Pertama, Presiden Direktur PT MSU (Developer Meikarta) tidak hadir dan tidak memberikan keterangan. Kedua, Komisi VI mengusulkan untuk dilakukannya rapat gabungan bersama Komisi III dan Komisi XI DPR RI. Ketiga, Komisi VI DPR akan mengirim undangan kedua kepada Presiden Direktur PT MSU dan mengundang Lippo Group.
PT MSU merupakan anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) yang dimiliki oleh Mochtar Riady. Sosok ini adalah Presiden Komisaris dari Lippo Group. Dilansir dari berbagai sumber, Mochtar Riady yang juga dikenal sebagai Lie Mon Tie memiliki putra pertama yang bernama James Riady. Nama James yang disebut-sebut DPR memang ikut menjalankan bisnis Lippo. Kisruh Apartemen Meikarta tak kunjung usai. Masalah justru memasuki babak baru ketika PT MSU selaku pengembang Meikarta menggugat 18 konsumen Rp56 miliar usai meminta refund imbas unit apartemen yang tak kunjung diserahterimakan.