Para ahli menyebut revisi UU Wantimpres sebagai bagian dari paket revisi undang-undang di masa transisi. Dalam konteks revisi UU Wantimpres, banyak pihak mempertanyakan urgensi revisi. Politisi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, mengungkapkan penghidupan kembali DPA menjadi salah satu upaya untuk menyehatkan atau merevitalisasi Wantimpres yang selama ini dinilai ”antara ada dan tiada”.
Mengenai disfungsi lembaga-lembaga yang dibentuk pascareformasi, Siti Zuhro sepakat bahwa banyak lembaga yang mengalami disfungsi yang pada akhirnya menunjukkan bahwa negara sedang tidak sehat. Meski demikian, ia menolak apabila disfungsi lembaga tersebut kemudian dijawab dengan menghidupkan kembali DPA. Siti Zuhro mengingatkan, pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang seharusnya berpikir jauh ke depan saat membuat sebuah regulasi.
Refly Harun menilai apabila dilihat dari aspek politik, DPA tersebut nantinya hanya akan menjadi penampungan atau bunker untuk melindungi orang-orang tertentu agar aman. Menurut prediksi Refly, mereka adalah orang-orang yang tidak lagi butuh fasilitas negara, tetapi membutuhkan fasilitas kekuasaan. Tak hanya bermasalah secara politik, dari sisi hukum, penghidupan kembali DPA juga menimbulkan persoalan sebab DPA sudah dihapus dari konstitusi.