Presiden AS, Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif yang menjatuhkan sanksi kepada Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Perintah eksekutif yang disahkan Kamis (6/2/2025) malam waktu setempat itu, menuduh ICC terlibat dalam tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika Serikat serta sekutu dekatnya, Israel. Trump berpendapat bahwa pengadilan telah menyalahgunakan kewenangannya dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan yang tidak berdasar terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant.
Perintah eksekutif itu juga memperingatkan bahwa AS akan memberikan konsekuensi yang nyata dan signifikan kepada individu yang terlibat dalam penyelidikan ICC terhadap warga negara AS atau sekutunya, seperti Israel. Sanksi tersebut mencakup pembekuan aset di AS yang dimiliki oleh individu-individu yang ditunjuk, serta melarang mereka beserta keluarga mereka untuk memasuki wilayah AS.
Sebelumnya, Trump sangat vokal menentang ICC sejak lembaga tersebut mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, pada November lalu. Saat itu, ICC menyatakan bahwa terdapat alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan perang berupa penggunaan kelaparan sebagai metode perang, serta kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya. ICC bergantung pada 125 negara anggota Statuta Roma untuk melaksanakan surat perintah penangkapan tersebut. Namun, baik Israel maupun AS bukanlah anggota ICC.