Donald Trump Ingin Bangun Hotel Mewah di Gaza, Hamas Geram: Gaza Tidak Diperjualbelikan

Niat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin mengambilalih Gaza, Palestina, dan menjadikannya ladang bisnis mendapat kecaman dari kelompok Hamas. Apalagi kabarnya Donald Trump yang dikenal sebagai pengusaha real estate itu ingin membangun hotel di Gaza. Hamas menegaskan bahwa  ambisi Trump itu sebagai bukti ketidakpedulian terhadap Palestina dan Gaza yang hancur akibat serangan Israel. Donald Trump pada Minggu (9/2/202) lalu mengungkapkan keinginannya untuk membeli Gaza dan membuat AS memiliki wilayah tersebut. Trump juga dengan gamblang mengatakan Gaza akan dibuat menjadi proyek real estate yang akan dibangun secara bertahap.

“Gaza bukanlah properti yang bisa diperjual-belikan. Ini merupakan bagian integral dari tanah Palestina kami yang diduduki,” ujar Anggota Biro Politik Hamas Izzat al-Rishq. Kemarahan juga diungkapkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Otoritas Palestina (PA). “Hak dari rakyat dan Tanah Air kami tidak untuk dijual, ditukar dan untuk tawar-menawar,” bunyi pernyataan mereka. “Pemerintah dan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu berusaha menutupi kejahatan genosida, pemindahan paksa dan aneksasi yang telah mereka lakukan kepada rakyat kami.” Kemlu Palestina mengatakan terus mempromosikan slogan dan posisi yang terlepas dari kenyataan politik dan jauh dari solusi yang dibutuhkan untuk menangani konflik saat ini.

Keinginan Trump menguasai Gaza juga mendapatkan tentangan dari para sekutunya. Apalagi, Trump ingin memindahkan warga Palestina dari Gaza ke Yordania dan Mesir. Tentangan itu salah satunya datang dari Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang menyebut keinginan Trump itu sebagai skandal. Keinginan Donald Trump bangun hotel mewah di Gaza sebelumnya dibongkar media AS The Wall Street Journal. Diduga niat Trump itu terungkap saat pertemuannya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Selasa 4 Februari 2025 lalu di gedung putih. Setelah informasi itu, Donald Trump mulai terbuka ingin membeli Gaza, dan menjadikan wilayah itu milik Amerika Serikat. Ia pun menegaskan akan mengizinkan negara lain termasuk Timur Tengah untuk ikut membangun di bagian wilayah tersebut.