Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengumumkan penyelidikan atas Google dan anak usahanya di Indonesia. Jika terbukti bersalah, Google harus membayar denda jumbo. Google, menurut KPPU, diduga melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi pada distribusi aplikasi digital di dalam negeri.
Praktik yang menjadi sorotan KPPU adalah langkah Google mewajibkan penggunaan sistem Google Pay Billing (GPB) pada aplikasi tertentu. GPB merupakan sistem pembelian produk atau layanan di dalam aplikasi atau in-app purchase. Aplikasi yang didistribusikan toko aplikasi Google Play Store wajib menggubahan GPB per 1 Juni 2022 lalu. Tarif layanan yang dikenakan untuk aplikasi pengguna GPB berkisar 15%-30% dari nilai transaksi. KPPU juga melaporkan Google Play Store mengantongi pangsa pasar sangat besar mencapai 93%. Google juga dinilai melakukan praktik penjualan bersyarat pada dua model bisnis berbeda. Salah satunya dengan mewajibkan pengembang aplikasi membeli dengan sistem bundling, Play Store dan Play Billing. Selain itu, Google juga hanya bekerja sama dengan salah satu payment gateway. Namun, penyedia lain di dalam negeri tidak punya kesempatan yang sama.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Google terancam didenda maksimum 50% dari laba bersih. Indonesia bukan negara pertama yang menyelidiki Google atas dugaan praktik monopoli. Pekan ini, Uni Eropa menolak banding Google atas hukuman 4,1 miliar euro yang dikenakan karena pelanggaran aturan anti-monopoli. Pemerintah Korea Selatan, tahun lalu juga telah merilis aturan “anti-Google.