Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Ryaas Rasyid mengingatkan, pengurangan alokasi TKD dapat mengancam keberlangsungan pembangunan di daerah. Bukan hanya itu, pemangkasan TKD juga akan peredaran uang di daerah, melemahkan transaksi ekonomi, bahkan bisa menimbulkan kebangkrutan daerah. Ryaas menyarankan agar pemda segera melakukan konsolidasi internal. Selain itu, pemda juga perlu lebih aktif memberdayakan masyarakat. Pemda kini berada dalam posisi lemah karena tidak memiliki daya tawar terhadap kebijakan fiskal nasional, dan tidak lagi punya kewenangan untuk mengelola sektor-sektor penting, seperti pertambangan dan kelautan.
Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Wahyudi Kumorotomo, menambahkan, desentralisasi fiskal yang telah berjalan lebih dari dua dekade ternyata belum mampu memperkuat kemandirian daerah. Wahyudi memperingatkan, pemangkasan TKD bisa memicu gejolak sosial. Tekanan untuk meningkatkan PAD bisa memaksa pemda menaikkan pajak daerah. Ia berpandangan, kondisi tiap daerah tidak bisa disamakan karena potensi dan kemampuan menggenjot PAD berbeda-beda.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah juga mengingatkan pemda agar menjelaskan secara terbuka pengurangan alokasi TKD. Hal itu penting untuk mencegah timbulnya kesalahpahaman di daerah. Said mengingatkan, penurunan anggaran tidak seharusnya diartikan sebagai pemangkasan otonomi daerah. Said mendorong agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pengurangan TKD. Akan lebih baik jika pemerintah pusat juga memperkuat efisiensi penggunaan dana di daerah. Said mendorong pemerintah pusat dan daerah duduk bersama membahas formula pembagian dana yang lebih adil dan efisien.