Dana Kelolaan Publik Rentan Alami “Fraud”

DPR RI menanggapi langkah pemerintah melanjutkan program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). DPR RI mengkhawatirkan jika diteruskan, pengelolaan dana publik berisiko kembali terjadi fraud atau penyelewengan. Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, menegaskan saat ini sudah terlalu banyak potongan gaji yang dikenakan kepada pekerja, mulai dari BPJS Kesehatan hingga PPh 21 atau Pajak Penghasilan Pasal 21 yang memotong 5-35 persen sesuai penghasilan pekerja. “Potongan gaji pekerja dengan label wajib di atas semakin menambah trauma para pekerja, dengan adanya kewajiban menjadi peserta Tapera seperti dinyatakan Pasal 7 UU No 4 Tahun 2016,” tegas Suryadi dikutip dari laman resmi DPR RI, Minggu (2/5).

Belum lagi, ketidakpercayaan masyarakat karena adanya penyalahgunaan dana seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Sehebat apa pun, konsep skema pengelolaan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera, masyarakat masih sulit untuk diyakinkan. Karena itu, dia mendesak pemerintah membuka opsi evaluasi Tapera yang sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 2020 bagi PNS. Bahkan, jika memungkinkan, perlu ada revisi UU Nomor 4 Tahun 2016, terutama berkaitan dengan kewajiban setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi Peserta Tapera.

Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menilai pemerintah harus mengkaji ulang tata cara program Tapera itu. Selain itu, Herman Khaeron mengusulkan agar Badan Pengelola Tapera ke depannya juga sebaiknya berafiliasi dengan Bank Himbara yang memiliki kantor cabang di berbagai kota. Dia menekankan pengelolaan Tapera wajib dapat dipercaya melalui sistem perbankan sudah sangat prudent dan aman untuk menyimpan dana publik. Meski demikian, dia mengingatkan jangan sampai kasus-kasus fraud yang terjadi sebelumnya kembali terulang sebagaimana kasus Jiwasraya lalu, di mana dana pensiun Asabri dan Taspen yang malah berujung pada permasalahan hukum.

Search