Pembayaran tagihan rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha distribusi/perusahaan peritel masih menunggu kejelasan aspek hukum. Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal mengonfirmasi, saat ini BPDPKS masih menanti hasil diskusi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung soal persoalan tersebut. Achmad memastikan, BPDPKS telah menyiapkan dana yang diperlukan untuk membayar tagihan rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha distribusi/perusahaan ritel.
Januari 2022 lalu, pemerintah menerapkan kebijakan satu harga dengan mewajibkan pelaku usaha distribusi yang menjual minyak goreng kemasan kepada konsumen untuk melakukan penjualan senilai harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 14.000 per liter, dituangkan lewat Permendag Nomor 3 Tahun 2022 yang diundangkan 19 Januari 2022. Untuk menutup selisih antara HET kepada konsumen akhir dengan harga acuan keekonomian (HAK) yang ditanggung perusahaan peritel/distribusi, beleid tersebut menjamin bahwa pelaku usaha bakal mendapatkan dana pembiayaan penyediaan minyak goreng kemasan dari BPDPKS. Pasal 11 Permendag No. 3 Tahun 2022 menyebutkan, pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan oleh BPDPKS dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan ke BPDPKS. Hanya saja, kepastian soal pembayaran tagihan rafaksi kepada perusahaan ritel menjadi tidak jelas seturut terbitnya produk hukum baru, yakni Permendag Nomor 6 Tahun 2022 yang mencabut Permendag No. 3 Tahun 2022 pada 1 Februari 2022 lalu. Tagihan rafaksi penyaluran minyak goreng yang dilakukan para pelaku usaha distribusi/perusahaan peritel selama periode 19-31 Januari 2022 belum dibayar setelah berselang lebih dari setahun.
Menurut data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), para peritel menombok sekitar Rp 344 miliar akibat persoalan ini. Tombokan tersebut ditanggung 31 perusahaan peritel anggota Aprindo yang secara kumulatif mengelola hingga ribuan toko ritel. Buntutnya, Aprindo menempuh sejumlah upaya untuk memperoleh pembayaran atas rafaksi. Beberapa ikhtiar yang telah dilakukan diantaranya melakukan audiensi secara formal maupun informal dari waktu ke waktu kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Komisi VI DPR RI, hingga berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 27 Maret 2023 lalu.