Dampak Luas Larangan Ekspor Minyak Goreng

Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global terus merangkak naik seiring dengan pengumuman kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya oleh pemerintah Indonesia. Kenaikan harga, salah satunya, terpantau di Bursa Berjangka Malaysia (BMD). Pada perdagangan kemarin, harga CPO untuk penyerahan Mei 2022 menyentuh 7.020 ringgit Malaysia per ton atau sekitar Rp 23,5 juta per ton, naik dari level 6.871 ringgit per ton atau sekitar Rp 22,9 juta per ton. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengatakan kenaikan harga minyak sawit mentah itu masih sulit diprediksi ke depannya. Pasalnya, hingga kini pun pasar masih menanti aturan baku larangan ekspor tersebut. Pemerintah belum secara rinci menyebutkan komoditas apa saja yang dilarang untuk diekspor serta berapa lama durasi pelarangan tersebut.

melihaat data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga minyak goreng curah di pasar tradisional per 25 April 2022 rata-rata Rp 19.750 per kilogram. Sedangkan harga minyak goreng kemasan bermerek seharga Rp 25.950-26.950 per kilogram. Harga tersebut tetap tinggi meski pemerintah sebelumnya telah mengambil kebijakan mematok harga eceran tertinggi minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Bahkan pemerintah telah memerintahkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit memberikan subsidi agar batasan harga tersebut dapat tercapai.

Ketua Konsultan Komoditas LMC Internasional, James Fry, memperkirakan kebijakan larangan ekspor minyak goreng sawit dan bahan bakunya akan berimbas pada harga minyak nabati secara umum, misalnya minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapa (rapeseed oil). Pasalnya, sebanyak 60 persen dari pasokan minyak nabati dunia saat ini adalah minyak sawit. Indonesia pun tercatat menyumbang sekitar sepertiga dari semua ekspor minyak nabati. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang rencana pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya itu. Pasalnya, ia memperkirakan kebijakan tersebut belum tentu menyelesaikan masalah tingginya harga minyak goreng di dalam negeri. Pelarangan ekspor juga dinilai akan menguntungkan Malaysia sebagai pesaing Indonesia dalam produksi CPO. Negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, juga akan diuntungkan. Alih-alih melarang ekspor, pemerintah seharusnya mengembalikan kebijakan wajib pasok dalam negeri alias DMO (domestic market obligation) CPO sebesar 20 persen serta memperketat pengawasannya.

Search