Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) masih menuai pro dan kontra dari dunia kesehatan dan dunia industri. Padahal, menurut riset, penerapan regulasi ini bisa berdampak positif untuk BPJS. Berdasarkan riset terbaru dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), menunjukkan bahwa akan ada dampak positif di sektor kesehatan dan ekonomi di Indonesia. Sedangkan, akan ada banyak penyakit tidak menular (PTM) lain yang dapat timbul akibat konsumsi MBDK berlebihan.
Health Economics Research Associate CISDI Muhammad Zulfiqar Firdaus menyebutkan berdasarkan pemodelan ekonomi yang dilakukan CISDI dengan menghitung instrumen bernama Disability-Adjusted Life Years atau DALYs, dapat diketahui beban ekonomi akibat kematian dan disabilitas yang berasal dari penyakit diabetes melitus tipe 2. Dari perhitungan tersebut CISDI menemukan dengan hilangnya kedua beban tersebut, Indonesia mampu menghemat biaya langsung atau biaya pengobatan akibat diabetes melitus tipe 2 sebesar Rp 24,9 triliun dan biaya tidak langsung atau kerugian akibat hilangnya produktivitas ekonomi karena diabetes sebesar Rp15,7 triliun.
“Indonesia dapat menghemat hingga Rp 40,6 triliun dari penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan [MBDK] yang dapat menaikkan harga jual produk MBDK di pasar paling tidak sebesar 20%,” imbuhnya. Soewarta Kosen, Research Principal Investigator CISDI menambahkan, bahwa rentang cukai yang bisa diterapkan antara 20-50%. “Jumlah 20% itu melihat rata-rata dari 100 negara yang sudah menerapkan, sebagian besar 20%. Di negara maju bahkan sudah mencapai 80%,” jelasnya. Adapun, Soewarta menilai cukai 20% itu relatif, terlebih harga dasar MBDK di Indonesia sudah murah.