China akan menggantikan Uni Eropa (EU) sebagai importir utama gas alam Rusia setelah pipa Power of Siberia 2 beroperasi pada 2030. Pipa yang saat ini sedang dibangun itu akan membawa gas dari cadangan Yamal di Siberia barat, utama pasokan gas ke Eropa, ke China. China merupakan konsumen energi terbesar dunia dan konsumen gas dengan pertumbuhan tercepat. Pipa tersebut baru-baru ini berada di bawah pengawasan setelah EU memutuskan untuk meninggalkan produk hidrokarbon Rusia sejak perang Rusia-Ukraina berkecamuk pada 24 Februari 2022.
Rusia, yang sangat bergantung pada Eropa untuk ekspor gas alam, bermaksud mengompensasi hilangnya pangsa pasar di Eropa dengan mengirimkan gas alam ke Asia, khususnya China. Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan kemungkinan pergeseran dalam peta energi Rusia, ketika pada 14 April lalu dia mengatakan telah menginstruksikan pemerintah untuk bersiap mengalihkan pasokan daya energi ke timur, di tengah rencana Barat untuk berhenti membelinya. Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak juga mengatakan bahwa ekspor gas alam Rusia ke negara-negara EU pada 2022 diperkirakan turun sebesar 50 miliar meter kubik (bcm). Pipa Power of Siberia-1, satu-satunya pipa ekspor operasional Rusia ke Asia, belum mencapai kapasitas penuh.
Selain pipa Power of Siberia-1, Rusia berencana membangun pipa Power of Siberia-2, yang diperkirakan akan mulai dibangun pada 2024 dan selesai pada 2030. Power of Siberia 2 akan mengirimkan 50 bcm gas alam setiap tahun, menjadikan total impor gas dari Rusia ke China menjadi 88 bcm melalui pipa ketika kedua jalur Power of Siberia mencapai kapasitas penuh. Rusia saat ini menyumbang sekitar 10 persen impor gas tahunan China melalui pipa dan pengiriman LNG (gas alam cair). Namun, dengan peningkatan kapasitas yang direncanakan, Rusia akan menjadi pemasok gas utama China. Beijing saat ini mengimpor sekitar 45 persen dari kebutuhan gasnya.