Berbagai peristiwa kini mengancam harga pangan Indonesia. Sebut saja potensi el-nino atau angin kekeringan juga kebijakan proteksi ekspor pangan negara-negara di dunia. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, berbagai peristiwa tersebut memang mungkin mengerek inflasi pangan Indonesia. Josua menjelaskan, dampaknya baru akan terjadi pada enam bulan hingga 12 bulan ke depan. Alias, kemungkinan inflasi pangan baru terungkit pada pertengahan tahun 2024.
Dengan kondisi ini, Josua kemudian memandang pentingnya upaya pemerintah untuk memastikan stok pangan terjaga, untuk menekan kemungkinan kenaikan inflasi pangan pada tahun depan. Josua bahkan mendorong pemerintah untuk melakukan impor, tetapi dengan catatan impor yang dilakukan sesuai kebutuhan. Untuk itu, Josua memandang pentingnya data akurat terkait stok pangan di nasional dan di daerah-daerah. Ini agar memudahkan keputusan pemerintah terkait jumlah barang yang akan di impor.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang tengah menjajaki impor daging dari Afrika Selatan. Bila menilik data otoritas statistik, biasanya Indonesia impor daging dari Australia. “Jadi, jangan bergantung dengan satu suplier saja. Karena saat ada hambatan, bisa melonjak harga. Terutama terkait komoditas dengan andil ke inflasi yang cukup besar,” tuturnya. Sedangkan untuk tahun ini, Josua optimistis inflasi tetap sesuai jalur, alias bergerak di kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 2-4 % year on year (YoY).