Cadangan devisa Indonesia diperkirakan akan terus turun akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Pelemahan ini terjadi karena ketidakpastian ekonomi global yang membuat rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, pelemahan cadangan devisa akan berlangsung sampai kuartal II 2024 karena masih tingginya ketidakpastian global dan kebutuhan impor dalam mengendalikan inflasi domestik. Selain itu, penurunan cadangan devisa juga berpotensi terjadi karena ada kebutuhan untuk pembayaran pokok utang luar negeri (ULN). Penurunan cadangan devisa bahkan sudah terasa sejak awal tahun. Bank Indonesia mencatat, cadangan devisa Indonesia turun dari US$ 144,0 miliar pada Februari 2024 menjadi US$ 140,4 miliar pada Maret 2024. Penurunan itu dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, penurunan cadangan devisa juga dipicu oleh antisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Josua memprediksi cadangan devisa Indonesia berada di kisaran US$ 150 miliar sampai dengan US$ 152 miliar pada akhir tahun 2024. Proyeksi cadangan devisa ini akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Pertama, ketidakpastian atas pemerintahan baru akan berangsur turun sehingga dapat memicu investasi asing masuk ke dalam negeri. Kedua, terbukanya ruang pemotongan suku bunga global yang berdampak pada pelemahan dolar AS akan berdampak positif pada harga komoditas sehingga dapat menopang kinerja ekspor. Ia memperkirakan masih akan ada risiko pelemahan rupiah dalam jangka pendek. Namun, ia menyakini Bank Indonesia akan hadir di pasar untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.