Pengusaha sepatu menyebutkan jumlah buruh yang menjadi korban PHK masih akan terus bertambah karena menurunnya permintaan industri yang hampir menyentuh 50 persen. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan sebanyak 25.700 pekerja sudah terkena PHK per Oktober 2022 ini. “Kalau yang terdampak PHK, data kami itu baru ada delapan perusahaan. Itu pun sudah di angka 25.700 (karyawan). Potensinya di Desember nanti akan terus bertambah sampai mungkin awal tahun depan,” jelas Firman. Permintaan menurun dan order yang masuk masih kecil juga didorong oleh negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang masih mengalami kelebihan stok. “Masing-masing dari retailer, brand semua pegang inventori, kemudian pabrik kita juga sedang di-hold dulu jangan ekspor. Jadi stoknya menumpuk. Ini kalau belajar di 2020 lalu, ketika pasar domestik kita stoknya penuh semua dan tidak laku, butuh waktu 1 tahun lebih untuk order masuk lagi ke pabrik,” jelas Firman.
Firman menegaskan PHK ini beda dengan isu relokasi pabrik yang sudah berlangsung lama, bahkan sejak 2015. Menurutnya, perusahaan yang punya dua pabrik dengan perbedaan wilayah upah minimum (UMP/UMK) harus mengorbankan salah satunya. “Jadi karena pabrik yang terkena dampak penurunan order, yang satu di UMK tinggi di Tangerang, Banten lalu satunya lagi di Jawa Tengah. Dengan kondisi penurunan ini, yang pasti akan dikorbankan pertama, yang bebannya paling berat adalah di daerah yang UMK-nya tinggi,” tuturnya. “Makanya PHK ini masih berkisar di daerah dengan UMK tinggi, seperti Tangerang, Banten, Karawang. Namun, ada juga PHK di daerah yang upah minimumnya rendah, tapi mereka gak punya pabrik di daerah dengan UMK tinggi,” sambungnya. Kendati, Firman enggan merinci nama-nama perusahaan tersebut. Ia hanya ingin isu PHK karyawan tersebut tidak bias dengan adanya kabar relokasi beberapa pabrik ke Jawa Tengah.